Paralegal
Paralegal adalah seseorang yang mempunyai keterampilan hukum namun ia bukan seorang Pengacara (yang profesional) dan bekerja di bawah bimbingan seorang Pengacara atau yang dinilai mempunyai kemampuan hukum untuk menggunakan keterampilannya.
Isitilah “Paralegal”, pertama kali tercantum dalam peraturan perundang-undangan yaitu dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dalam Pasal 9 Undang-Undang Bantuan Hukum antara lain disebutkan bahwa “Pemberi Bantuan Hukum berhak melakukan rekrutmen terhadap pengacara, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum”. Sementara itu dalam pasal 10 antara lain disebutkan bahwa “Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum.
Meski baru mendapatkan legitimasi formil dengan istilah “Paralegal” setelah disahkannya Undang-Undang Bantuan Hukum, namun didalam sejumlah peraturan perundang-undangan sebelumnya sesungguhnya sudah banyak memberikan legitimasi bagi posisi paralegal, meskipun dengan penyebutan yang berbeda-beda. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga menggunakan istilah “relawan pendamping” untuk menyebut istilah “paralegal”. Sementara itu Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak menggunakan istilah “pekerja sosial”.
Sejarah Keparalegalan
Istilah paralegal dikenak di Indonesia pada sekitar tahun 1975. Sebelumnya, pada jaman pendudukan Belanda, Paralegal lebih dikenal dengan sebutan pokrol (gemachtegde).
Paralegal awalnya muncul sebagai reaksi atas ketidakberdayaan hukum dan dunia profesi hukum dalam memahami dan menangkap serta memenuhi asumsi-asumsi sosial yang diperlukan guna mewujudkan hak-hak masyarakat miskin yangs ecara jelas diakui oleh hukum. Pelaksanaan hak-hak tersebut seringkali hanya bisa dilaksanakan jika asumsi-asumsi sosial tersebut dipenuhi:
- Masyarakat mengerti dan memahami hak-hak tersebut
- Masyarakat mempunyai kewajiban kekuatan dan kecakapan untuk memperjuangkan dalam mewujudkan hak-hak tersebut.
Paralegal ada dan berkembang untuk pemenuhan asumsi-asumsi sosial tersebut.
Sepanjang perkembangannya, pada akhirnya Paralegal diakui legitimasinya di dalam system perundangan di Indonesia, beserta dengan peran dan fungsinya yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan di masyarakat. Seperti dijabarkan pada point di atas.
Isitilah “Paralegal”, pertama kali tercantum dalam peraturan perundang-undangan yaitu dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dalam Pasal 9 Undang-Undang Bantuan Hukum antara lain disebutkan bahwa “Pemberi Bantuan Hukum berhak melakukan rekrutmen terhadap pengacara, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum”. Sementara itu dalam pasal 10 antara lain disebutkan bahwa “Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum.
Meski baru mendapatkan legitimasi formil dengan istilah “Paralegal” setelah disahkannya Undang-Undang Bantuan Hukum, namun didalam sejumlah peraturan perundang-undangan sebelumnya sesungguhnya sudah banyak memberikan legitimasi bagi posisi paralegal, meskipun dengan penyebutan yang berbeda-beda. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga menggunakan istilah “relawan pendamping” untuk menyebut istilah “paralegal”. Sementara itu Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak menggunakan istilah “pekerja sosial”.
PELAKSANAAN PELATIHAN PARALEGAL
LATAR BELAKANG
Dengan makin banyaknya manusia tentu akan berakibat dengan makin banyaknya interaksi diantara mereka, bisa dalam pergaulan, perdagangan, serta berbagai kegiatan lain. Dalam beberapa hal, tidak tertutup bisa timbul sengketa atau pertengkaran diantara mereka, bisa antar teman, antar pelaku bisnis, bahkan bisa pula dalam ruang lingkup keluarga. Penyelesaian sengketa ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya ada yang melakukan dengan menggunakan cara kekerasan, menggunakan cara-cara premanisme, sehingga mengakibatkan ketakutan bagi sebagian masyarakat. Tidak jarang pula mengakibatkan terjadinya perkelahian, bahkan bisa terjadi timbulnya korban jiwa. Tetapi dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat tentang hukum, penyelesaian sengketa dewasa ini lebih banyak diselesaikan melalui jalur hukum, dengan melibatkan para aparat penegak hukum, yaitu : Kepolisian, Pengadilan, Kejaksaan, Advokat, dimana Advokat yang lebih banyak berinteraksi langsung dengan masyarakat. Hanya saja tidak semua masyarakat mengerti tentang hukum, sedangkan keberadaan Advokat tidak selalu ada di tiap tempat, terutama di daerah yang jauh dari perkotaan. Pemerintah Republik Indonesia juga sangat peduli dengan rakyatnya, dan ingin melindungi rakyatnya dari sanksi hukum akibat ketidak mengertian mereka. Karena itu diterbitkanlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum dan juga Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2018 Tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum.
TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan yang ingin dicapai dari pelatihan Paralegal ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan Paralegal tentang hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain itu juga untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas Paralegal dalam memberikan bantuan hukum. Sasaran dari pelatihan Paralegal ini adalah menjadikan masyarakat yang memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang hukum, sehingga dapat membantu masyarakat sekitar tempat domisilinya yang membutuhkan bantuan karena mengalami permasalahan dengan hukum.
